Selasa, 26 Desember 2017

Hasil Riview tentang Zina dan LGBT (PANCASILA)

Benarkah MK melegalkan
Zina dan LGBT

Isu Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) kembali ramai dibicarakan di media sosial. Ramainya isu LGBT ini setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak permohonan perluasan makna Pasal 284, Pasal 285, dan Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait Asusila. Para pemohon menginginkan agar aktivitas Lesbian, Gay, Biseks dan Transgender-LGBT masuk dalam ranah pidana.
Putusan yang dibacakan Kamis, 14 Desember 2017 itu, sempat terjadi Dissenting Opinion (perbedaan pendapat). Sebanyak empat hakim menyetujui perluasan makna pasal, yakni Arif Hidayat, Anwar Usman, Wahiduddin Adams, dan Aswanto. Sementara lima lainnya menolak permohonan yakni, Saldi Isra, Maria Farida, I Dewa Gede Palguna, M Sitompul dan Suhartoyo. Banyak kalangan menganggap MK melalui putusan itu, sama saja telah melegalkan perbuatan zina dan homoseksual. Kendati tudingan ini telah dibantah MK sendiri.
Sebuah kelompok bernama Aliansi Cinta Keluarga (AILA), mengajukan uji materi terhadap pasal perzinahan dalam KUHP dan hubungan homoseksual di Mahkamah Konstitusi Jakarta Pemohon berharap agar KUHP mampu menjangkau kejahatan seksual lain seperti seks bebas di luar nikah, kumpul kebo, prostitusi, perkosaan dan cabul sesama jenis baik yang dilakukan oleh orang dewasa maupun anak-anak.
Pemohon meminta agar MK membuat norma baru sehingga negara dapat memenjarakan, mengkriminalisasi kelompok yang memiliki orientasi seksual non normatif, non heteroseksual atau kelompok seksual minoritas.
Uji Materi atau Judicial Review (JR) terhadap pasal 284, 285, 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kesusilaan ditempuh karena adanya peningkatan kejadian dan data yang sangat meningkat, terkait penyimpangan seksual, zina, pemerkosaan, serta cabul sesama jenis di tengah masyarakat. Ketua Tim Pemohon, Prof Dr Euis Sunarti menyatakan, data yang ditemukan di lapangan itu betapa luar biasa dan sangat menyedihkan. Terkait dengan cabul sesama jenis, katanya, titik data dalam beberapa tahun lalu di satu daerah yang terpencil sudah mencapai ribuan.
Dalam acara tersebut, salah satu yang menjadi pembicara adalah seorang aktivis gay Indonesia, Dede Oetomo. Pendiri Gaya Nusantara ini mengapresiasi keputusan MK untuk menolak permohonan uji materi soal zina dan LGBT. "saya membaca di balik itu, kalau kita membaca argumentasi pada awal putusan kemarin ada tersirat sebetulnya bahwa mempidana perilaku yang dianggap berbeda itu bukan satu-satunya jalan keluar," ungkap Dede Utomo.

Selain soal uji materi yang ditolak MK, dibahas juga soal dampak dari mengerikan dari LGBT itu sendiri, yakni HIV Aids. Dalam pembahasan ini,  Dede beranggapan bahwa aktivitas seks anal dan vaginal memang merupakan penyebab dari penularan HIV. Namun, tak semua aktivitas seks melalui anal dimonopoli oleh kaum gay. Karena ada juga pria dan wanita atau remaja laki-laki dan perempuan yang melakukan aktivitas seksual seperti itu. Ia juga memberi contoh kalau kaum homoseksual tak selalu melakukan aktivitas seks anal, misalnya di pesantren-pesantren itu menggunakan diantara paha, itu aman sekali dari HIV

Menanggapi hal itu, Prof Euis Sunarti dari Aila Indonesia beranggapaan kalau perilaku zina dan LGBT ini menjadi pintu yang paling mudah dalam penularan HIV. Begitupun dengan pendapat dari dr Dewi Inong, menurut dr Dewi Inong, perilaku seksual LGBT
beresiko tertinggi tertular IMS dan HIV/AIDS.

Jika gugatan ini disetujui, hubungan seksual diantara sesama jenis dan hubungan seksual di luar ikatan pernikahan resmi akan dianggap illegal. Namun majelis hakim Mahkamah Konstitusi yang beranggotakan sembilan orang dengan hasil suara yang berbeda tipis memutuskan menolak permohonan tersebut.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD angkat bicara mengenai permasalahan tersebut. Melalui akun Twitter pribadinya, Mahfud menegaskan bahwa MK menolak memberikan perluasan tafsir ketiga pasal seperti yang dimohonkan oleh pemohon. Ia menegaskan, sebagai lembaga yudikatif, MK tak memiliki wewenang untuk membuat norma hukum baru. Mengatur untuk membolehkan atau melarang suatu perbuatan merupakan ranah legislatif atau pembuat undang-undang, yakni Presiden dan DPR.

·        Zina dan LGBT berkaitan dengan nilai-nilai Pancasila

Tentu ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, ini sebuah ancaman yang sangat berbahaya dan dapat merusak moral anak bangsa. Kita tidak ingin perilaku menyimpang dan penyakit sosial itu semakin marak dan merusak masa depan bangsa kita.
penolakan itu semakin mengancam masa depan generasi bangsa dan tidak sesuai dengan karakter kebangsaan Indonesia yang beradab, bermartabat, dan relijius. Permohonan ini adalah upaya mengokohkan kebangsaan sesuai Pancasila dan UUD 1945 sebagai nilai-nilai luhur bangsa. Sejatinya ini bagian dari tanggung jawab kita untuk menjaga moral, karakter, dan identitas bangsa.

Pembentukan norma hukum, khususnya dalam gugatan tentang zina dan hubungan sesama jenis mestinya selalu mendasarkan pada nilai-nilai Agama dan sinar Ketuhanan yaitu Pancasila. Orang yang anti LGBT melihat kelompok ini sebagai bencana. Mereka punya ketakutan amat kuat. Mungkin seperti ketakutan orang Eropa rasis yang phobia pada muslim.


Negeri yang mayoritas muslim, kok bisa tidak mempidanakan kumpul kebo alias zina dan LGBT. Bukankah ideologi dan dasar negara kita itu Pancasila, apakah zina dan LGBT sesuai dengan norma-norma yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila lahir dari Pemikiran sang Proklamator NKRI Ir. Soekarno dalam merumuskan Pancasila tak lepas dari ajaran Alquran dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Padahal Islam sendiri tegas dan keras mengharamkan Zina dan LGBT.

Rabu, 22 November 2017

REVIEW JURNAL PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI TERHADAP KUALITAS AUDITOR SEBAGAI VARIABEL MODERASI



REVIEW JURNAL PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI TERHADAP KUALITAS AUDITOR SEBAGAI VARIABEL MODERASI
(UNHAS MAKASAR 26-28 JULI 2007)

Judul
Pengaruh Kompetensi dan Independensi Terhadap Kualitas Auditor Sebagai Variabel Moderasi
Penulis
M. Nizarul Alim, Trisni Hapsari, Liliek Purwati
Volume
Simposium Nasional Akuntansi X
Unhas Makasar 26-28 Juli 2007
Tahun
2007
Reviewer
Aldy Candra. S
Apippudin
Arif Rahmad Hidayat
Elita Erfiana
M. Ilham Habibie
Saida Novita. S
Latar Belakang
Profesi auditor menjadi sorotan dunia beberapa tahun terakhir. Sudah banyak kasus perusahaan yang mengalami kegagalan bisnis karna gagalnya auditor. Karna hal ini dapat mempengaruhi pikiran masyarakat terhadap kualitas audit. Kasus Enron yang terjadi di Amerika sampai dengan kasus yang terjadi di PT Telkom Indonesia. Dalam kasus Telkom ini tidak diakuinya KAP Eddy Pianto oleh SEC. Kompetensi dan independensi yang dimiliki auditor dalam penerapannya akan terkait dengan etika. Audit mempunyai kewajiban untuk menjaga standar prilaku etis kepada organisasi dimana mereka bernaung. Kualitas audit yang bagus menentukan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan.
Telah banyak penelitian yang dilakukan para ahli mengenai kualitas audit. Seperti yang dilakukan Sutton (1993) telah melakukan penelitian mengenai pengukuran kualitas audit pada tahap proses. Begitupun dengan MocK dan Samet (1982) mengembangkan daftar faktor-faktor kualitas audit potensial dari literatur yakni screening yang digunakan auditor dan survey auditor untuk mengevaluasi daftar tersebut. Meier dan Fuglister (1992) mengungkapkan bahwa kualitas audit menurut konsep kos kualitas tradisional yang terdiri dari 3 aktivitas yang perlu dianalisis. Kategori itu adalah persiapan, penilaian, dan aktivitas kegagalan. Penelitian mengenai independensi telah banyak dilakukan, diantarnya oleh Pany dan Rockers (1980)  serta Lavin (1976) yang pada intinya independensi merupakan faktor penting bagi auditor untuk menjalankan profesi auditor.       Bercermin pada penelitian-penelitian sebelumya yang telah dilakukan, maka penelitian ini bermaksud untuk mengetahui pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi. Adapun variabel dalam penelitian ini meliputi kompetensi, independensi, etika auditor, dan kualitas audit yang diadopsi dari penelitian mereka. Pendekatan ini dilakukan dengan cara ditetapkannya variabel etika auditor sebagai variabel moderasi yang mungkin akan mempengaruhi secara kuat atau lemah hubungan antara kompetensi, independensi, dan kualitas audit. Motivasinya ingin mengetahui pengaruh variabel moderasi terhadap kompetensi, independensi, dan kualitas audit, mengingat beberapa tahun belakangan ini profesi akuntansi kerap dikaitkan dengan berbagai skandal yang menimpa perusahaan-perusahaan besar.
Tujuan
1.      Menguji pengaruh kompetensi terhadap kualitas audit.
2.      Menguji pengaruh interaksi antara kompetensi dan etika auditor terhadap kualitas audit.
3.      Menguji pengaruh independensi terhadap kualitas audit.
4.      Menguji pengaruh interaksi antara independensi dan etika auditor terhadap kualitas audit.
Tinjauan Pustaka
Kualitas Audit
Menurut Deis dan Giroux (1992) ada empat hal yang dianggap mempunyai hubungan dengan kualitas audit :
1.   Lama Waktu
Semakin lama seorang auditor telah melakukan audit pada klien yang sama maka kualitas audit yang dihasilkan akan semakin rendah.
2.      Jumlah Klien
Semakin banyak jumlah klien maka kualitas audit akan semakin baik karena auditor dengan jumlah klien yang banyak akan berusaha menjaga reputasinya.
3.      Kesehatan Keuangan Klien
Semakin sehat kondisi keuangan klien maka akan ada kecenderungan klien tersebut untuk menekan auditor agar tidak mengikuti standar.
4.      Review oleh pihak ketiga
Kualitas sudit akan meningkat jika auditor tersebut mengetahui bahwa hasil pekerjaannya akan direview oleh pihak ketiga.

Etika Auditor
Menurut Maryani Ludigdo (2001) etika merupakan sebagai Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang tidak . Setidaknya ada 10 faktor yang dianggap oleh sebagian besar akuntan mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Sepuluh faktor tersebut adalah religiusitas, pendidikan, organisasional, emotional quotient, lingkungan keluarga, pengalaman hidup, imbalan yang diterima, hukum, dan posisi atau kedudukan.

Kompetensi
Menurut Kamus Kompetensi LOMA (1998) dalam Lasmahadi (2002) kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini mencakup sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan dan ketrampilan dimana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Murtanto (1998) dalam Mayangsari (2003) menunjukkan bahwa komponen kompetensi untuk auditor di Indonesia terdiri atas:
1.      Komponen pengetahuan, yang merupakan komponen penting dalam suatu kompetensi. Komponen ini meliputi pengetahuan terhadap fakta-fakta, prosedur-prosedur dan pengalaman. Kanfer dan Ackerman (1989) juga mengatakan bahwa pengalaman akan memberikan hasil dalam menghimpun dan memberikan kemajuan bagi pengetahuan.
2.      Ciri-ciri psikologi, seperti kemampuan berkomunikasi, kreativitas, kemampuan bekerja sama dengan orang lain. Gibbin’s dan Larocque’s (1990) juga menunjukkan bahwa kepercayaan, komunikasi, dan kemampuan untuk bekerja sama adalah unsur penting bagi kompetensi audit.

Independensi
Kode Etik Akuntan tahun 1994 menyebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Hipotesis Penelitian
H1: Kopetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
H2: Interaksi kompetensi dan etika auditor berpengaruh signofikan terhadap 
       kualitas audit.
H3: Independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
H4: Interaksi independensi dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap
       kualitas audit.
Metode Penelitian
Objek Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian dengan menggunakan pendekatan explanatory research yaitu memberikan penjelasan pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh auditor yang berada di wilayah Jawa Timur. Sesuai dengan daftar Directory Kantor Akuntan Publik bahwa wilayah Jawa Timur memiliki 53 Kantor Akuntan Publik (KAP).

Jenis dan Sumber Data
            Dalam penulisan ini, jenis data yang di gunakan adalah data primer dimana dilakukan dengan mengambil secara langsung dari populasi Kantor Akuntan Publik secara acak. Sehingga dalam penelitian ini di asumsikan bahwa tiap – tiap Kantor Akuntan Publik memiliki 5 auditor.

Teknik Pengumpulan Data
            Data – data yang menunjang semua penelitian ini dikumpulkan melalui kuesioner yang dikirim melalui mail survey. Auditor yang menjadi sampel akan dikirimi kuesioner yang berisi kumpulan pertanyaan tentang kompetensi, independensi, etika auditor dan kualitas audit. Apabila diperlukan, penulis akan melakukan konfirmasi melalui kontak telepon pada KAP tersebut untuk mengembalikan kuesioner.

Teknik Analisis
                        Penelitian ini menggunakan satu variabel terikat (dependen) yaitu kualitas audit dan dua variabel bebas (independen) yaitu independensi dan kompetensi serta satu variabel moderasi yaitu etika auditor. Variabel – variable tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1.      Kompetensi (X1)
2.      Independensi (X2)
3.      Etika Auditor (X3)
4.      Kualitas Audit (Y)
            Untuk mengukur variabel tersebut, adapun persamaannya adalah sebagai berikut :
            Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X1 X3 + b5 X2 X3 + e
            Dimana :
            Y = Kualitas Audit
            a  = Konstanta
                b  = Koefisien Regresi
            X1= Variabel Kompetensi
            X2= Variabel Independensi
            X3= Variabel Etika Auditor
 

Uji Instrumen Penelitian
Uji Validitas, Uji Reabilitas dan Uji Asumsi Klasik.
Pengujian dari segi validitas maupun realibitas terhadap 75 responden diperoleh bahwa hasil nilai korelasinya lebih besar 0,3 dan koefisien keandalannya lebih besar dari 0,6.  Sedangkan dalam uji asumsi klasik dilihat melalui grafik dan nilai durbin watson. Uji grafik menunjukkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas dan tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi.
Hasil Pengujian Hipotesis
1.      Hipotesis Pertama : kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
Hal ini dibuktikan dengan signifikansi t lebih besar dari α yang ditetapkan (α= 0,10) yaitu 0,009.
2.      Hipotesis Kedua : interaksi kompetensi dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
Hal ini tidak dapat dibuktikan karena dari hasil kedua variabel tersebut dikeluarkan dari model dan akibatnya hipotesis ini tidak dapat dianalisa.
3.      Hipotesis ketiga : independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi t lebih kecil dari α = 0,10 yakni 0,080.
4.      Hipotesis keempat : independensi dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi t dari masing masing variabel lebih kecil dari α yang ditetapkan (α = 0,10) yaitu X1 = 0,009 : X2 = 0,080 dan interaksi X2 dan X3 = 0,000
Uji Hipotesis
Hipotesis 1 : kopetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit
Analisis : hal ini berarti untuk mencapai kualitas audit yang baik, seorang auditor harus memiliki kopetensi yang baik pula. Kopetensi tersebut terdiri dari dua dimensi, yaitu pengetahuan dan pengalaman. Auditor sebagai tugas pelaksana audit dituntut untuk memiliki pengetahuan yang memadai mengenai audit. Karna kita tahu bahwa penerapan pengetahuan yang maksimal tentu akan menciptakan praktik audit yang benar dan bersesuaian. Di samping dengan semakin meningkatnya ilmu pengetahuan akan sejalan dengan bertambahnya pengalaman yang dimiliki. Pengalaman akan memberikan dampak pada setiap keputusan yang diambil dalam pelaksanaannya audit, sehingga diharapkan setiap keputusan yang diambil merupakan keputusan yang tepat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa  semakin lama masa kerja yang dimiliki auditor maka akan semakin baik pula kualitas audit yang dihasilkan.
Hipotesis 2 : Interaksi kopetensi dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit
Analisis : berdasarkan hasil penelitian yang telah dibuat tim peneliti, hipotesis kedua ini tidak dapat diketahui hasilnya karena kedua variabel tersebut dikeluarkan dari model (excluded  variables)

Hipotesis 3: Independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit
Analisis : Bahwa lama waktu auditor melakukan kerjasama dengan klien (tenure) berpengaruh terhadap kualitas audit, yang mana kita tahu bahwa tenure merupakan hal yang terkait dengan independensi. Independensi merupakan hal penting selain kemampuan teknik auditor. Auditor harus memiliki kemampuan dalam mengumpulkan setiap informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan audit hal tersebut harus didukung dengan sikap independen. Sehingga dapat dikatakan bahwa sikap independen merupakan faktor penting yang harus dimiliki oleh seseorang auditor. Oleh sebab itu independen seperti telah menjadi syarat mutlah yang harus dimiliki.

Hipotesis 4 : Independensi dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit
Analisis : Setiap auditor harus mempunyai kemampuan untuk bertahan dibawah tekanan klien dalam hal independensi, tergantung pula oleh etika profesional. Kepercayaan masyarakat yang menggunakan jasa mereka akan mempengaruhi tingkat kredibilitas seorang auditor. Maka, jika auditor dianggap telah melakukan kesalahan, akan menjadikan berkurangnya kepercayaan klien. Namun demilian, klien tetap saja merupakan pihak yang mempunyai pengaruh besar terhadap auditor. Hal ini bisa dilihat dari kondisi saat ini, dimana telah terdapat berbagai regulasi yang mengatur mengenai kerjasama klien dengan auditor. Kualitas audit yang dipengaruhi oleh independensi dan etika dalam melaksanakan tugas audit masih terkait dengan perilaku klien kepada auditor. Klien yang menginginkan audit yang sesuai dengan kebutuhannya tentu akan memperlakukan auditor dengan lebih baik dimana auditor harus bersikap tegas jika dihadapkan pada situasi dengan demikian. Oleh sebab itu independensi dan etika auditor penting untuk dimiliki agar tidak terjadinya penyelewengan dalam hal penyampaian informasi.
Kesimpulan
1.      Kopetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
2.      Interaksi kopetensi dan etika auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor.
3.      Independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
4.      Interaksi independensi dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
Saran
1.      Menambah variabel lain yang dapet mempengaruhi tingkat kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi.
2.      Menambah jumlah sampel yang diteliti agar hasil penelitian dapat lebih mewakili populasi yang ada.
Kelebihan
1.      Penggunaan Aplikasi SPSS dinilai sudah tepat karena hasilnya lebih akurat.
2.      Kuesioner cukup memudahkan dalam pengumpulan data karena tidak memerlukan waktu yang lama dan data lebih up to date.
Kekurangan
1.      Penelitian hanya dilakukan pada KAP yang ada di Jawa Timur sehingga hasil penelitian hanya mencerminkan kondisi auditor di Jawa Timur.
2.      Penelitian tidak membedakan auditor sebagai responden berdasarkan posisi mereka di KAP (yunior, senior, dan supervisor) sehingga tidak diketahui secara pasti tingkat kompetensi, independensi, dan etika yang dimiliki.
3.      Variabel moderasi yang digunakan hanya etika auditor, padahal masih banyak variabel perilaku lain maupun faktor kondisional yang dapat mempengaruhi kualitas audit.